Jenis frasa dibagi
menjadi dua, yaitu berdasarkan persamaan distribusi dengan unsurnya (pemadunya)
dan berdasarkan kategori kata yang menjadi unsur pusatnya.
1. Berdasarkan
Persamaan Distribusi dengan Unsurnya (Pemadunya).
Berdasarkan persamaan distribusi dengan
unsurnya (pemadunya, frasa dibagi menjadi dua, yaitu Frasa Endosentris dan
Frasa Eksosentris.
1. Frasa
Endosentris, kedudukan frasa ini dalam fungsi tertentu, dpat digantikan oleh
unsurnya. Unsur frasa yang dapat menggantikan frasa itu dalam fungsi tertentu
yang disebut unsur pusat (UP). Dengan kata lain, frasa endosentris adalah frasa
yang memiliki unsur pusat.
Contoh:
Sejumlah mahasiswa(S) diteras(P).
Kalimat tersebut tidak bisa jika hanya
‘Sejumlah di teras’ (salah) karena kata mahasiswa adalah unsur pusat dari
subjek. Jadi, ‘Sejumlah mahasiswa’ adalah frasa endosentris.
Frasa endosentris sendiri masih dibagi
menjadi tiga.
1. Frasa
Endosentris Koordinatif, yaitu frasa endosentris yang semua unsurnya adalah
unsur pusat dan mengacu pada hal yang berbeda diantara unsurnya terdapat (dapat
diberi) ‘dan’ atau ‘atau’.
Contoh:
1. rumah
pekarangan
2. suami
istri dua tiga (hari)
3. ayah
ibu
4. pembinaan
dan pembangunan
5. pembangunan
dan pembaharuan
6. belajar
atau bekerja.
2. Frasa
Endosentris Atributif, yaitu frasa endosentris yang disamping mempunyai unsur
pusat juga mempunyai unsur yang termasuk atribut. Atribut adalah bagian frasa
yang bukan unsur pusat, tapi menerangkan unsur pusat untuk membentuk frasa yang
bersangkutan.
Contoh:
1. pembangunan
lima tahun
2. sekolah
Inpres
3. buku
baru
4. orang
itu
5. malam
ini
7. sedang
belajar
8. sangat
bahagia.
Kata-kata yang dicetak miring dalam
frasa-frasa di atasseperti adalah unsur pusat, sedangkan kata-kata yang tidak
dicetak miring adalah atributnya.
3. Frasa
Endosentris Apositif, yaitu frasa endosentris yang semua unsurnya adalah unsur
pusat dan mengacu pada hal yang sama. Unsur pusat yang satu sebagai aposisi
bagi unsur pusat yang lain.
Contoh:
Ahmad, anak Pak
Sastro, sedang belajar.
Ahmad, …….sedang belajar.
……….anak Pak Sastro
sedang belajar.
Unsur ‘Ahmad’ merupakan unsur pusat,
sedangkan unsur ‘anak Pak Sastro’ merupakan aposisi. Contoh lain:
1. Yogya,
kota pelajar
2. Indonesia,
tanah airku
3. Bapak
SBY, Presiden RI
4. Mamad,
temanku.
Frasa yang hanya terdiri atas satu kata
tidak dapat dimasukkan ke dalalm frasa endosentris koordinatif, atributif, dan
apositif, karena dasar pemilahan ketiganya adalah hubungan gramatik antara
unsur yang satu dengan unsur yang lain. Jika diberi aposisi, menjadi frasa
endosentris apositif. Jika diberi atribut, menjadi frasa endosentris atributif.
Jika diberi unsur frasa yang kedudukannya sama, menjadi frasa endosentris
koordinatif
2. Frasa
Eksosentris, adalah frasa yang tidak mempunyai persamaan distribusi dengan
unsurnya. Frasa ini tidak mempunyai unsur pusat. Jadi, frasa eksosentris adalah
frasa yang tidak mempunyai UP.
Contoh:
Sejumlah mahasiswa di teras.
2. Berdasarkan
Kategori Kata yang Menjadi Unsur Pusatnya.
Berdasarkan
kategori kata yang menjadi unsur pusatnya, frasa dibagi menjadi enam.
1. Frasa
nomina, frasa yang UP-nya berupa kata yang termasuk kategori nomina. UP frasa
nomina itu berupa:
1. nomina
sebenarnya
contoh:
pasir ini digunakan utnuk
mengaspal jalan
2. pronomina
contoh:
dia itu musuh saya
3. nama
contoh:
Dian itu manis
4. kata-kata
selain nomina, tetapi strukturnya berubah menjadi nomina
contoh:
dia rajin → rajin itu menguntungkan
anaknya dua ekor → dua itu sedikit
dia berlari → berlari itu menyehatkan
kata rajin pada kaliat pertam
awalnya adalah frasa ajektiva, begitupula dengan dua ekor awalnya frasa
numeralia, dan kata berlari yang awalnya adalah frasa verba.
2. Frasa
Verba, frasa yang UP-nya berupa kata yang termasuk kategori verba. Secara
morfologis, UP frasa verba biasanya ditandai adanya afiks verba. Secara
sintaktis, frasa verba terdapat (dapat diberi) kata ‘sedang’ untuk verba aktif,
dan kata ‘sudah’ untuk verba keadaan. Frasa verba tidak dapat diberi kata’
sangat’, dan biasanya menduduki fungsi predikat.
Contoh:
Dia berlari.
Secara morfologis, kata berlari
terdapat afiks ber-, dan secara sintaktis dapat diberi kata ‘sedang’ yang
menunjukkan verba aktif.
3. Frasa
Ajektifa, frasa yang UP-nya berupa kata yang termasuk kategori ajektifa. UP-nya
dapat diberi afiks ter- (paling), sangat, paling agak, alangkah-nya, se-nya.
Frasa ajektiva biasanya menduduki fungsi predikat.
Contoh:
Rumahnya besar.
Ada pertindian kelas antara verba dan
ajektifa untuk beberapa kata tertentu yang mempunyai ciri verba sekaligus
memiliki ciri ajektifa. Jika hal ini yang terjadi, maka yang digunakan sebagai
dasar pengelolaan adalah ciri dominan.
Contoh:
menakutkan (memiliki afiks verba, tidak
bisa diberi kata ‘sedang’ atau ‘sudah’. Tetapi bisa diberi kata ‘sangat’).
4. Frasa
Numeralia, frasa yang UP-nya berupa kata yang termasuk kategori numeralia.
Yaitu kata-kata yang secara semantis mengatakan bilangan atau jumlah tertentu.
Dalam frasa numeralia terdapat (dapat diberi) kata bantu bilangan: ekor, buah,
dan lain-lain.
Contoh:
dua buah
tiga ekor
lima biji
duapuluh lima orang.
5. Frasa
Preposisi, frasa yang ditandai adanya preposisi atau kata depan sebagai penanda
dan diikuti kata atau kelompok kata (bukan klausa) sebagai petanda.
Contoh:
Penanda (preposisi) + Petanda (kata atau kelompok kata) di teras
ke rumah teman
dari sekolah
untuk saya
6. Frasa
Konjungsi, frasa yang ditandai adanya konjungsi atau kata sambung sebagai
penanda dan diikuti klausa sebagai petanda. Karena penanda klausa adalah
predikat, maka petanda dalam frasa konjungsi selalu mempunyai predikat.
Contoh:
Penanda (konjungsi) + Petanda (klausa, mempunyai P)
Sejak kemarin dia terus diam(P) di situ.
Dalam buku Ilmu Bahasa Insonesia,
Sintaksis, ramlan menyebut frasa tersebut sebagai frasa keterangan, karena
keterangan menggunakan kata yang termasuk dalam kategori konjungsi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar